Citra Global Consulting

cgctaxconsulting.com

+6281802265000

Jl. H. Naman Komplek DDN Blok A17 Bintara Jaya,Bekasi Barat 17136

cgctaxconsulting.com

+6281802265000

Latest Post

Strategi Jitu Mengelola Risiko Sengketa Kepabeanan dan Cukai Tantangan dan Peluang Kuasa Hukum Kepabeanan di Indonesia di Tengah Perubahan Regulasi
Self Assesment Pada Sistem Perpajakan di Indonesia

Sistem self assessment adalah cara yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk secara sukarela mendaftarkan diri mereka sendiri agar bisa mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan mengurus semua urusan perpajakan mereka sendiri.

Pengertian Self Assessment

Sesuai dengan definisinya, dalam sistem ini wajib pajak akan mengambil inisiatif dalam menghitung dan mengumpulkan pajak mereka sendiri. Dalam hal ini, DJP menganggap wajib pajak mampu menghitung pajak, memiliki integritas yang tinggi, menyadari pentingnya membayar pajak, dan memahami hukum perpajakan yang berlaku.

Kelebihan dan Kekurangan Self Assessment

Dalam praktiknya, sistem self assesment ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari sistem ini adalah pemungutan pajak akan menjadi lebih efektif karena wajib pajak melakukan perhitungan pajak secara mandiri. Dampak positif dari self assesment ini akhirnya dapat mendorong wajib pajak untuk lebih percaya pada mekanisme perpajakan di Indonesia, sehingga kewajiban perpajakan dapat berjalan dengan baik oleh wajib pajak dan dapat mereka pertanggungjawabkan dalam laporan SPT.

Namun, di balik kelebihan pasti kekurangannya. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki pengetahuan tentang perpajakan, tentu akan kesulitan untuk melakukan serangkaian prosedur perhitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak. Wajib pajak mungkin akan mengalami kesulitan dan bisa saja salah dalam menghitung jumlah pajak yang harus mereka bayar. Dampak negatif dari penilaian diri ini adalah kemungkinan adanya tunggakan pajak. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut adalah berjalannya pemeriksaan dan penagihan pajak.

Lihat Juga : Jasa Pendampingan Pemeriksaan Pajak

Dasar Hukum

Pemberlakuan self assessment telah menjadi ciri khas dari sistem pemungutan pajak di Indonesia. Dasar hukumnya adalah UU KUP No. 6 Tahun 1983 yang telah mengalami pembaharuan dengan Undang-Undang No. 16 Tahun 2009.

Selain itu, Pasal 12 ayat (1) UU KUP juga mengatur pembayaran pajak. Pasal ini menjelaskan bahwa sistem ini lebih menekankan peran aktif wajib pajak dalam pemungutan pajaknya. Pemerintah atau institusi yang memungut pajak hanya berperan sebagai pengawas dan penegak hukum. Namun, DJP masih memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dalam kasus-kasus tertentu. Misalnya, jika setelah pemeriksaan atau keterangan lain, wajib pajak tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.

Hal ini juga terdapat dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP, di mana dalam waktu 5 tahun setelah pajak terutang atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, DJP dapat mengeluarkan SKPKB karena alasan-alasan berikut ini:

  1. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain adalah bahwa pajak yang terutang tidak atau kurang bayar. 
  2. Bila penyampaian SPT tidak sesuai dengan tenggat waktu berdasarkan UU KUP (Pasal 3 ayat (3) UU KUP) dan mendapat teguran secara tertulis tidak menyampaikan tepat waktu sebagaimana tertulis pada Surat Teguran
  3. Jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lainnya mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisi lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%. 
  4. Jika kewajiban pembukuan dan pencatatan (Pasal 28 atau Pasal 29 UU KUP) tidak dipenuhi sehingga tidak sempat diketahui besarnya pajak terutangnya. 
  5. Jika kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan (Pasal 2 ayat (4a) UU KUP). 

Lihat Juga : Mengenal PPN dan PPh

Mengapa Indonesia Menerapkan Self Assessment System

Pajak merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan negara. Oleh karena itu, negaea memerlukan sistem pemungutan pajak yang efektif agar wajib pajak dapat memenuhi kewajiban mereka dengan baik. Tujuannya adalah agar segala proses pembayaran pajak berjalan dengan lancar dan teratur.

Di Indonesia, sistem pemungutan pajak telah mengalami beberapa kali perubahan. Hal ini terjadi karena menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada masa lalu, Indonesia menerapkan sistem pemungutan pajak official assessment, di mana fiskus atau petugas administrasi pajak memiliki wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang harus wajib pajak bayarkan. Namun, sistem ini berubah pada tahun 1983 ketika Indonesia mengadopsi sistem self assessment yang masih berlaku hingga sekarang.

Pergantian sistem ini terjadi karena pemerintah ingin memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang harus mereka bayar. Dengan adanya sistem self assessment, lembaga perpajakan berharap wajib pajak dapat melaksanakan kewajiban mereka kepada negara dengan lebih mudah tanpa merasa terbebani. Meskipun demikian, masih ada keterpaksaan tidak langsung bagi wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela. Contoh dari sistem self assessment ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *