Saat ini, kita sering melihat banyak cara transaksi antara perusahaan yang masih terhubung atau dalam satu grup, baik di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan non-afiliasi sering melakukan transaksi ini dengan harga yang rendah. Meskipun demikian, tidak semua transaksi antara perusahaan yang terhubung adalah tidak wajar.
Hubungan istimewa menjadi perhatian dan pengawasan dari otoritas pajak. Transaksi istimewa yang tidak wajar dapat berpotensi menghindari pajak. Oleh karena itu, penting untuk memahami lebih lanjut bagaimana hubungan istimewa ini terjadi, terutama dalam konteks PPN.
Definisi Hubungan Istimewa
Secara umum, hubungan istimewa merupakan kondisi yang sangat penting dan perlu untuk diperiksa atau dipelajari secara menyeluruh. Istilah-istilah seperti itu sering terdengar dalam kasus perpajakan yang melibatkan transaksi antar perusahaan yang terhubung atau terafiliasi. Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh atau dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang PPN telah menjelaskan pengertian hubungan istimewa ini dan bagaimana hubungan antara pihak-pihak yang terlibat.
Hubungan istimewa terjadi ketika wajib pajak memiliki kondisi yang diduga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara tidak adil. Hubungan istimewa ini terjadi antara dua atau lebih wajib pajak yang akhirnya mengakibatkan mereka membayar jumlah pajak yang lebih sedikit daripada seharusnya. Selain itu, hubungan istimewa tidak melibatkan penekanan harga di bawah harga pasar atau harga yang seharusnya.
Menurut PMK 22 Tahun 2020 Pasal 4 Ayat (1), hubungan istimewa dalam pajak merupakan suatu keadaan, ketergantungan, atau ketertarikan dari salah satu pihak yang berdasarkan pada kepemilikan atau partisipasi modal, kontrol, atau hubungan keluarga.
Citra Global Consulting Bekasi, Menawarkan Layanan Perpajakan Dengan Ahli Professional
Segera Hubungi Kami!
Dasar Hukum Hubungan Istimewa
Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh)
Berdasarkan Pasal 18 Ayat (4) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan yang telah berganti menjadi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) dan kemudian penyesuaian lagi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP). Dalam peraturan tersebut menjelaskan bahwa hubungan istimewa terjadi jika:
- Wajib pajak memiliki penyertaan modal sebesar minimal 25% pada wajib pajak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain itu, hubungan istimewa juga terjadi jika wajib pajak memiliki penyertaan modal sebesar minimal 25% pada dua wajib pajak atau lebih, atau jika terdapat hubungan antara dua wajib pajak atau lebih yang disebutkan terakhir.
- Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya, baik satu, dua, atau lebih wajib pajak yang berada di bawah kekuasaan yang sama, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.
Ini adalah ketentuan yang harus diperhatikan dalam mengenali hubungan istimewa dalam peraturan perpajakan.
Lihat Juga : Resmi! Mentri Keuangan Mengeluarkan PMK Terbaru
Undang-Undang Pajak Petambahan Nilai
Berdasarkan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM, terdapat beberapa kriteria yang menentukan adanya hubungan istimewa, yaitu:
- Jika ada pengusaha yang memiliki kepemilikan atau kekuasaan langsung maupun tidak langsung terhadap 2 atau lebih pengusaha lainnya.
- Jika ada pengusaha yang menyumbangkan modal sebesar 25% atau lebih dari total modal pengusaha lainnya, atau jika ada hubungan antara pengusaha yang menyumbangkan modal sebesar 25% atau lebih dari beberapa pihak, serta hubungan antara dua atau lebih pihak yang dianggap terakhir.